Koto Tinggi. 30 Juli 2019~ Usaha budidaya ikan merupakan sektor yang akan terus ada permintaannya. Bahkan saat ini kebutuhan ikan terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu.
Hasil budidaya ikan air tawar yang ada sekarang ini belumlah mampu mencukupi permintaan pasar dalam negeri. Apalagi untuk kebutuhan luar negeri.
Tentu prospek yang ada semakin terbuka jika kita mampu memahami perdagangan ekspor impor. Selain itu, budidaya ikan air tawar terbilang sangat mudah jika dibandingkan dengan ikan air laut. Pemasaran ikan air tawar bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti ke agen penampung, berlangganan dengan restoran, pasar atau dengan cara membuka lapak sendiri.
Budidaya ikan merupakan salah satu bentuk budidaya perairan yang khusus membudidayakan ikan, baik itu di kolam atau tempat lainnya guna menghasilkan bahan pangan, ikan hias, dan rekreasi (pemancingan). Ikan air tawar merupakan jenis-jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan. Sebab, ikan air tawarlah yang paling mudah dalam proses pembudidayaannya. Contoh ikannya adalah Gurami, ikan Mas serta ikan lele dan ikan patin.
Usaha jual beli ikan air tawar ini sudah cukup lama dilakukan oleh masyarakat nagari Koto Tinggi, mulai dari pendederan dan dijual bibitnya sampai dengan pembesaran. Usaha jual beli ikan air tawar ini terdapat di Korong Kampung dan Korong Rimbo Dadok.
A. Potensi Budidaya Ikan Air Tawar
Meski secara statistik, tingkat konsumsi ikan Indonesia masih terbilang rendah, yakni 30,47 kg/kapita/tahun, jika dibandingkan tingkat konsumsi ikan Malaysia yang mencapai 45 kg/kapita tahun, namun potensi budidaya ikan air tawar tetap menjanjikan. Karena faktanya, produksi ikan kita yang melimpah itu juga menjadi devisa negara melalui ekspor perikanan yang dilakukan para nelayan lokal.
Berbagai potensi itu didukung dengan kondisi geografis Indonesia yang strategis di titik silang perdagangan dunia. Sayangnya, pemerintah baru menangkap potensi ini pascareformasi, setelah Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan berani dan mencengangkan membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sebagai bagian dari Kabinet Persatuan Nasional.
Seperti diketahui, sebelum masa reformasi, fokus pembangunan Indonesia lebih diarahkan pada pembangunan agrarian dan industri pertambangan. Baru pada masa Gus Dur, potensi kelautan dan perikanan dilirik. Dengan potensi laut dan perikanan yang besar, memang Indonesia seharusnya mampu menjadi pemasok hasil perikanan terbesar yang mampu “memberi makan” dunia. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta orang dan bila digabungkan dengan kawasan Asia lainnya, bisa mencapai jumlah 2 milyar orang, menjadi pasar produk perikanan yang sangat cerah.
Maka bukan bualan jika Kementerian Kelautan RI sejak tahun 2010 lalu telah mencanangkan diri sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Tahun 2015, diharapkan produksi budidaya ikan air tawar dan laut Indonesia meningkat hingga 30% per tahun.
Lalu, bagaimana agar potensi budidaya ikan air tawar dan laut terberdayakan dan target yang dicanangkan itu berhasil? Pemerintah RI sebenarnya sudah memilik strateginya. Tapi entah realisasinya. Dalam sejumlah kesempatan, Presiden RI maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sering mengulas hal itu. Di antara sejumlah strateginya itu adalah:
(sumber : www.bibitikan.net/menggali-potensi-budidaya-ikan-air-tawar-di-indonesia/)
B. Tantangan Budidaya Ikan Air Tawar
Selain potensi besar yang dijanjikan dalam usaha jual beli ikan air tawar ini, juga terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi oleh petani ikan ini, diantaranya
1. Penyakit
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh petani ikan di Nagari Koto Tinggi, sulitnya mengatasi berbagai jenis penyakit ikan. Mewabahnya Tilapia Lake Virus atau Virus Tilapia pada ikan nila yang terjadi di enam negara, dan masuk peringatan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Virus atau penyakit yang melanda ikan nila biakan biasa datang pada waktu tertentu seperti sekitaran Juni atau Juli. Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Slamet Soebjakto, di Jakarta, Senin (3/7) mengingatkan para pembudidaya di berbagai daerah untuk meningkatkan kewaspadaan akan penyakit "tilapia lake virus" yang mengancam ikan jenis nila dan mujair, baik hasil budi daya maupun perairan umum.
Peningkatan kewaspadaan ini menjadi penting mengingat virus yang menyerang ikan ini sudah mulai mendekat ke Indonesia.
Saat ini sudah cukup banyak negara yang sudah terjangkit virus tersebut, di antaranya Israel, Ekuador, Mesir dan Kolombia. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, lanjutnya, negara yang dilaporkan sudah terjangkit oleh penyakit ikan tersebut adalah Thailand.
2. Kurangnya Penyuluhan
Kebanyak dari petani ikan di nagari Koto Tinggi dalam mengembangkan usaha ikan air tawarnya hanyalah berdasarkan pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun dari pengalaman dari sesama petani ikan. Dalam kurun waktu 4 tahun ( 2015 - 2019 ) Petani ikan di Nagari Koto Tinggi belum mendapat pencerahan atau penyuluhan dari Penyuluh Perikanan walaupun mereka ada.
3. Mahalnya Pangan Ikan
Mahalnya harga pelet menjadi kendala dalam pengembangan usaha ini. Petani ikan dengan modal usaha yang pas-pasan terpaksa gali lobang tutup lobang dalam menjalankan usahanya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sangat dibutuhkan pembinaan dan pelatihan dalam pembuatan pakan ikan .
4. Agen yang mencekik harga
Permintaan terhadap ikan air tawar memang sangat banyak, dalam daerah maupun luar daerah. Bertumbuhnya rumah makan di daerah Koto Tinggi dan sekitarnya memberi efek banyaknya permintaan terhadap ikan air tawar.
Diharapakan dengan besarnya potensi usaha ikan air tawar ini dan terdapatnya kendala dan tantangan yang sulit diselesaikan oleh petani ikan tersebut, maka perlu pembinaan dan pendamping dari dinas terkait.